Cerita dari Solo

Cerita anak rantau Solo :-)

Ada suatu share-an temen dari Line (entah sumber pastinya dari mana, yg jelas anak UMS yg nulis itu keren), gini bunyinya :

Merantau; Menikmati Jeda.


"Yats, kuliah dimana?"
"Di Solo.
"UNS?"
"Bukan UMS. Muhammadiyah Surakarta."
"Lha ngapain kuliah jauh-jauh ke sana. Swasta disini kan banyak. Muhammadiyah Tangerang ada, Muhammadiyah Jakarta aja. Nyusahin diri sendiri lu."

Sebenarnya, sampai saat ini, sampai semester enam hampir kunjung usai, jangankan sering, sekalipun gak pernah nyesel buat keputusan ngerantau ke Solo buat belajar. Satu-satunya penyesalanku adalah kesempatan pulang dan bersua dengan orang tua semakin sedikit, padahal mereka semakin tua, tapi baru setiap di penghujung semester ada kesempatan pulang.

Pasti ada yang tanya, "Lha kan Tangerang-Solo deket. pulang setiap bulan juga bisa."

Betul. Aku sebenarnya bukan tidak mampu, tidak ingin ataupun tidak sempat. Tapi, malam itu, di stasiun Pasar Senen, bapakku sebelum keberangkatan berpesan, "Laki-laki harus kuat. Pundakmu tidak diciptakan hanya untuk menampung beban masalahmu sendiri, masih ada keluargamu, yang sekarang ataupun yang akan datang, beban negaramu, pekerjaanmu, kehidupanmu.

Dari situ, ada pesan bapak yang sebenarnya tersembunyi, "Sebenarnya, akan ada saatnya kau kehilangan kami, kehilangan beberapa orang yang kau cintai, yang kau sayangi. Dan, kau harus tahu bagaimana cara bangkit meskipun kau seorang diri."

Maka dari itu, aku pikir caraku untuk jarang pulang adalah caraku yang paling kejam terhadap diri sendiri untuk bisa sesuai dengan pesan bapak.

---

Solo, beserta isinya; siang harinya yang panas, malam harinya yang romantis, angkringan setiap lima ratus meter, lampu neon yang tak terlalu gemerlap, Slamet Riyadi yang panjang, Ngarsopuro yang menyenangkan, Manahan yang berkelipan, Laweyan yang berkebudayaan, Balekambang yang sederhana, Kotabarat yang penuh manusia, makanan yang tiada matinya, harga murah yang tidak pernah aku habis pikir, keramahan dan sopan santun yang lekat dan dekat, timlo Sastro di Pasar Gede, Selat Vien dekat Solobalapan, bakso patung kuda, simbok-simbok sepanjang Sriwedari dengan jadah bakar serta (aih) perempuan-perempuan yang dalam setiap panorama menampilkan senyum anggun dengan kerudungnya cukup mampu sampai sekarang... membuat aku mencintai kota kecil ini.

Tapi, bahwa kebenaran yang paling aku hindari adalah; kenyataan bahwa aku lebih mengenal tanah rantau ketimbang tanah kelahiran adalah satu-satunya kebenaran yang paling tidak ingin aku akui.

Meskipun begitu, kemanapun langkah kaki ini berjalan, ke kota serta negara lain aku berlayar, kepada rumah pula lah aku berlabuh.

Merantau (terutama ketika kuliah) adalah cara paling asyik menikmati jeda dalam hidup yang maya ini. Meski tidak jauh tanah rantaumu tapi tak mengapa, bepergianlah, kau akan tahu bahwa meme meme anak kos dan mahasiswa ternyata benar-benar ada.

Setidaknya meskipun kau tidak bisa menulis untuk dibagikan ke orang banyak. kau masih bisa membagikan ke anak anakmu kelak dan bilang, "Dulu bapak ngaduk kopi seduh pake bungkusnya," atau "Dulu bapak balik celana dalam karena lupa nyuci," atau "Dulu mamah pergi KFC tapi bawa nasi sendiri dari rumah."

Dimanapun dan kapanpun, hijrah itu adalah nikmat.

Nikmat dimana pada akhirnya menyadarkan kita bahwa berpindah-pindah tempat, berganti-ganti kota adalah latihan yang tepat sebelum kita menetap setelah akhir hayat.

yang sedang pulang dan akan kembali pergi.

***********

Buatku, Solo adalah kota kecil yang manis dan berbudaya. Santun orangnya, murah makanannya, rapih kotanya, dan banyak sudut-sudut yang selalu ingin ku kenang. Satu setengah tahun di Solo, buatku kurang. Tentu bukan karena aku ingin lama untuk diwisuda, tapi karena aku terlalu cinta. Kata orang, 'ngapain kuliah di Solo, ga ada apa-apa'. Kalo mencari duniawi jelas Solo ga ada apa-apa, hanya jalan Slamet Riyadi yang selalu ramai setiap harinya. Ga ada yang menarik. Tapi, tinggal di lingkungan islami adalah hal menakjubkan dalam hidupku satu tahun ini. Iya memang, Solo terkenal daerah 'rawan'. Gereja megah pun tercecer di jalanan.

Tapi, kota ini begitu menarik untukku. Dan tanpa penyesalan aku merantau ke tanah ini, tanah kelahiran bapak Presidenku. Dan menjadi saksi hasil kepemimpinan Bapak Jokowi semasa menjabat menjadi walikotanya. Sangat rapih. Menjadi saksi kelembutan tutur kata orang lokal yang santun. Dan menjadikan diri ini sebagai pribadi yang lebih dewasa dan agamis. Alhamdulillah.

Dan jangan pernah takut untuk melangkah jauh dari rumah, karena sekali pun kamu takut penyesalan selalu datang terakhir. Jemput pintu suksesmu sejauh yang kamu bisa. Jangan pernah takut jauh dari orangtua, karena kapan lagi kamu memandirikan diri kamu sendiri. Jangan pernah takut minim fasilitas. Jangan pernah ragu bermimpi tanpa batas. Merantaulah, anak muda! Raih mimpimu setinggi angkasa.


Komentar

  1. MasyaAllah, cantik sekali untaian katanya kak. Entah mengapa tiba tiba nangis ketika membaca sampai di pertengahan. Mungkin karena sebentar lagi saya juga akan kuliah di solo? Semoga Solo dan segala bentuk seluk beluknya memang seindah yang kakak ceritakan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buat Kamu Yang Mau Masuk UMS

Cerita dari Anak Gizi